=== IRSYADUL ANAM FI TARJAMATI ARKANIL ISLAM ===
(Mufti Betawi Al Habib Usman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya Al Alawi Al Husaini)
* Pasal Ke 15 : Perihal Tayammum *
Tayammum (bersuci dengan debu) yaitu jikalau ketiadaannya air atau mendapatkan penyakit yang menjadikan darurat (membahayakan) kalau terkena air, maka wajib tayammum sebagai pengganti daripada mengambil air wudhu, atau daripada mandi wajib (hadash besar) atau mandi sunnah.
Adapun syaratnya tayammum adalah :
1. Wajib menggunakan tanah debu yang suci.
2. Sesudah (melakukan) istinja’ (bersuci).
3. Suci daripada najis.
4. Sudah masuk waktu shalat.
5. Sekali tayammum hanya diperbolehkan untuk satu shalat fardhu saja adapun shalat sunnah boleh berkali-kali.
Rukun tayammum adalah sebagai berikut :
1. Memindahkan tanah debu itu ke muka sekali saja, dan kedua tangannya sekali.
2. Berniat “sahajaku mengharuskan bershalat fardhu dengan ini tayammum” maka adalah niat ini wajib berbarengan pada meletakkan kedua telapak tangannya di atas debu itu dan jangan lenyap niat ini hingga menyapu muka dengan debu itu.
3. Menyapu muka sekali.
4. Menyapu kedua tangan hingga sikunya sekali pula. Tidak sunnah dua tiga kali.
5. Tertib, yaitu antara menyapu muka dan menyapu kedua tangannya.
Adapun sunnahnya membaca basmalah di permulaan tayammum dan jika telah selesai maka sunnah membaca do’a seperti sesudahnya mengambil air wudhu.
Sedangkan yang membatalkan tayammum yaitu seperti tiap-tiap yang membatalkan air wudhu.
Wallahu a'lam...
Selasa, 23 Agustus 2016
Perihal Tayammum (Kitab Irsyadul Anam)
=== IRSYADUL ANAM FI TARJAMATI ARKANIL ISLAM ===
(Mufti Betawi Al Habib Usman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya Al Alawi Al Husaini)
* Pasal Ke 15 : Perihal Tayammum *
Tayammum (bersuci dengan debu) yaitu jikalau ketiadaannya air atau mendapatkan penyakit yang menjadikan darurat (membahayakan) kalau terkena air, maka wajib tayammum sebagai pengganti daripada mengambil air wudhu, atau daripada mandi wajib (hadash besar) atau mandi sunnah.
Adapun syaratnya tayammum adalah :
1. Wajib menggunakan tanah debu yang suci.
2. Sesudah (melakukan) istinja’ (bersuci).
3. Suci daripada najis.
4. Sudah masuk waktu shalat.
5. Sekali tayammum hanya diperbolehkan untuk satu shalat fardhu saja adapun shalat sunnah boleh berkali-kali.
Rukun tayammum adalah sebagai berikut :
1. Memindahkan tanah debu itu ke muka sekali saja, dan kedua tangannya sekali.
2. Berniat “sahajaku mengharuskan bershalat fardhu dengan ini tayammum” maka adalah niat ini wajib berbarengan pada meletakkan kedua telapak tangannya di atas debu itu dan jangan lenyap niat ini hingga menyapu muka dengan debu itu.
3. Menyapu muka sekali.
4. Menyapu kedua tangan hingga sikunya sekali pula. Tidak sunnah dua tiga kali.
5. Tertib, yaitu antara menyapu muka dan menyapu kedua tangannya.
Adapun sunnahnya membaca basmalah di permulaan tayammum dan jika telah selesai maka sunnah membaca do’a seperti sesudahnya mengambil air wudhu.
Sedangkan yang membatalkan tayammum yaitu seperti tiap-tiap yang membatalkan air wudhu.
Wallahu a'lam...
(Mufti Betawi Al Habib Usman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya Al Alawi Al Husaini)
* Pasal Ke 15 : Perihal Tayammum *
Tayammum (bersuci dengan debu) yaitu jikalau ketiadaannya air atau mendapatkan penyakit yang menjadikan darurat (membahayakan) kalau terkena air, maka wajib tayammum sebagai pengganti daripada mengambil air wudhu, atau daripada mandi wajib (hadash besar) atau mandi sunnah.
Adapun syaratnya tayammum adalah :
1. Wajib menggunakan tanah debu yang suci.
2. Sesudah (melakukan) istinja’ (bersuci).
3. Suci daripada najis.
4. Sudah masuk waktu shalat.
5. Sekali tayammum hanya diperbolehkan untuk satu shalat fardhu saja adapun shalat sunnah boleh berkali-kali.
Rukun tayammum adalah sebagai berikut :
1. Memindahkan tanah debu itu ke muka sekali saja, dan kedua tangannya sekali.
2. Berniat “sahajaku mengharuskan bershalat fardhu dengan ini tayammum” maka adalah niat ini wajib berbarengan pada meletakkan kedua telapak tangannya di atas debu itu dan jangan lenyap niat ini hingga menyapu muka dengan debu itu.
3. Menyapu muka sekali.
4. Menyapu kedua tangan hingga sikunya sekali pula. Tidak sunnah dua tiga kali.
5. Tertib, yaitu antara menyapu muka dan menyapu kedua tangannya.
Adapun sunnahnya membaca basmalah di permulaan tayammum dan jika telah selesai maka sunnah membaca do’a seperti sesudahnya mengambil air wudhu.
Sedangkan yang membatalkan tayammum yaitu seperti tiap-tiap yang membatalkan air wudhu.
Wallahu a'lam...
Jumat, 27 Mei 2016
IRSYADUL ANAM FI TARJAMATI ARKANIL ISLAM - Yang Membatalkan Wudhu
IRSYADUL ANAM FI TARJAMATI ARKANIL ISLAM
(Mufti Betawi Al Habib Usman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya Al Alawi Al Husaini)
Pasal Ke duabelas : Yang Membatalkan Air Wudhu
Yang membatalkan air wudhu 4 perkara, yaitu:
1. Mengeluarkan najis atau angin atau lainnya daripada qubul atau duburnya (kemaluan depan atau belakang).
2. Bersentuhan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dan tiada ada dinding (lapisan penghalang) diantara keduanya dan keduanya itu berseru atas digembirahi (dewasa).
3. Bersentuhan akan kemaluan qubul atau dubur dengan telapak tangan.
4. Hilang akalnya karena gila atau ayan atau karena tidur, melainkan tidur yang tetap (dalam posisi) duduk bersila.
Pasal Ke tigabelas : Hukum bagi orang yang Tidak Berwudhu
Apabila batal air wudhunya maka haram hukumnya melakukan shalat, dan haram melakukan tawaf di Ka’bah, dan haram hukumnya memegang Al-Qur’an atau mengangkatnya, melainkan kanak-kanak yang hendak melakukan pengajian.
Pasal Ke empatbelas : Hukum bagi orang yang Hadash Besar
Apabila mendapat hadash besar daripada jima’ (berhubungan seks) atau keluar air mani, maka haram hukumnya yang tersebut itu (pada pasal 13) dan ditambah lagi haram hukumnya membaca Al-Qur’an dengan qasad tilawah (niat membaca) dan haram duduk di Masjid.
Adapun bagi perempuan yang mendapatkan haid atau nifas maka haram hukumnya atas sekalian yang tersebut itu (pasal 13 dan pasal 14) dan ditambah lagi haram hukumnya berjalan di dalam Masjid, dan haram atasnya berpuasa, dan haram melakukan jima’ atau bergurau yakni bercanda (bercumbu) antara pusar sampai lututnya, dan haram hukumnya atas seorang suami menjatuhkan thalaq (perceraian) diwaktu istrinya itu sedang haid, melainkan jika atas permintaan istrinya diwaktu itu.
Kamis, 26 Mei 2016
IRSYADUL ANAM FI TARJAMATI ARKANIL ISLAM - Syarat Air Wudhu & Mandi Hadas
IRSYADUL ANAM FI TARJAMATI ARKANIL ISLAM
(Mufti Betawi Al Habib Usman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya Al Alawi Al Husaini)
Syarat Air Wudhu dan Syarat Mandi Hadas yaitu 8 perkara, yaitu :
1. Beragama Islam
2. Tamyiz, yakni sudah bisa olehnya membedakan mana barang yang suci daripada barang yang keji (najis) dan bisa melakukan makan dan minum sendiri.
3. Suci daripada haid dan nifas.
4. Bahwa tiada ada yang mencegah air kepada anggota badan seumpama lilin atau getah atau sisik ikan (atau tato, cat dsb).
5. Mengetahui akan segala fardhu-nya.
6. Jangan meng-i’tiqadkan (berkeyakinan) bahwa sesuatu daripada segala fardhu-nya itu adalah sunnah.
7. Dengan menggunakan air yang suci dan menyucikan.
8. Jangan ada didalam anggota badannya barang yang merubahkan air (baik merubah rupa, warna, rasa, maupun bau)
Adapun jikalau orang yang mengambil air wudhu itu memiliki hadas daim yakni senantiasa keluar air kencing atau darah (pada kemaluan depan maupun belakang), maka ditambah syaratnya yaitu (mengambil air wudhunya) sudah masuk waktu dan segera (melakukan shalatnya).
Rabu, 25 Mei 2016
IRSYADUL ANAM FI TARJAMATI ARKANIL ISLAM - Mandi Hadas
IRSYADUL ANAM FI TARJAMATI ARKANIL ISLAM
(Mufti Betawi Al Habib Usman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya Al Alawi Al Husaini)
Pasal Ke sepuluh : Mandi Hadas
Jika mendapat hadash besar daripada jima’ (berhubungan suami istri) atau keluar mani, atau selesai daripada haid (mens) atau nifash (wanita sehabis melahirkan), maka diwajibkan mandi atas sekalian badan dengan dua rukun, yaitu :
1. Niat didalam hati diwaktu permulaan mandi, seumpama berkata dalam hatinya “aku mengangkat hadash besar daripada sekalian badan” atau “aku niat mandi fardhu”.
2. Membasuh sekalian badan.
Adapun sunnah dalam mandi bermula daripada itu mendahulukan membasuh najis yang dibadan dan membasuh segala kotoran yang dibadan.
Sunnah membaca بِسْمِ اللهِ الرّحْمَنِ الرّحِيْمِ di permulaan mandi dan mendahulukan mengambil air wudhu, menghadap kiblat, membasuh badan sebanyak tiga kali, serta membaca do’a setelah selesai daripada mandi yaitu do’a seperti selesai mengambil air wudhu yang tersebut sebelumnya
.
Rabu, 18 Mei 2016
IRSYADUL ANAM FI TARJAMATI ARKANIL ISLAM - Rukun Wudhu
IRSYADUL ANAM FI TARJAMATI ARKANIL ISLAM
(Mufti Betawi Al Habib Usman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya Al Alawi Al Husaini)
Pasal Ke sembilan : Rukun Air Wudhu
Perihal rukun air wudhu yaitu 6 (enam) perkara :
1. Niat didalam hati diwaktu membasuh muka, seperti “aku mengambil fardhu air wudhu” atau “aku mengangkat hadash yang kecil”.
2. Membasuh muka.
3. Membasuh kedua tangan sampai sikunya.
4. Menyapu (kulit) kepala dengan air sekalipun sedikit.
5. Membasuh kedua kaki hingga mata kakinya.
6. Tertib, yaitu beraturan membasuh anggota yang tersebut satu persatunya.
Adapun sunnah dalam berwudhu diawali dengan membaca basmalah, bersiwak (bersikat gigi), kumur-kumur, memasukkan air ke hidung, dan sunnah membasuh maupun menyapu semua anggota wudhu dengan basuhan atau sapuan sebanyak tiga kali, mendahulukan yang kanan atas yang kiri, serta menghadap kiblat. Dan sunnah menyapu semua (kulit) kepala seluruhnya dengan air.
Sunnah pula membaca do’a berikut ini jika selesai daripada mengambil air wudhu sambil menengadahkan muka ke atas serta mengangkat kedua tangannya, inilah do’a-nya :
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ الله وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، وَ أَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
ا لَلّهُمّ اجْعَلْنِىْ مِنَ التّوّابِيْنَ، وَاجْعَلْنِىْ مِنَ الْمُتَطَهّرِيْنَ، سُبْحَانَكَ اَللّهُمَ
وَبِحَمْدِكَ، اَشْهَدُاَنْ لَا إِلَهَ اِلّا اَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ.
Artinya: Aku ketahui dengan ikrar bahwasanya tiada Tuhan yang disembah hanya Allah Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku ketahui dengan ikrar bahwasanya Nabi Muhammad hamba Allah dan Utusan-Nya. Wahai Tuhanku jadikanlah aku daripada orang yang bertaubat dan jadikanlah aku daripada orang yang bersuci, Mahasuci Engkau wahai Tuhanku dan segala Puji bagi Engkau, aku ketahui dengan ikrar bahwasanya tiada Tuhan yang disembah dengan sebenar-benarnya hanya Engkau, aku mohon ampun kepada Engkau dan aku bertobat kepada Engkau.
FADHILAH NISHFU SYA'BAN
FADHILAH NISHFU SYA'BAN
Ibnu Hajar al Haitami dalam kitab Addurrul Mandhud mengatakan, “Para ulama Hadits, ulama Fiqh dan ulama-ulama lainnya, sebagaimana juga dikatakan oleh Imam Nawawi, bersepakat terhadap diperbolehkannya menggunakan Hadits dho’if untuk keutamaan amal (fadho’ilul amal), bukan untuk menentukan hukum, selama Hadits-Hadits itu tidak terlalu dho’if (sangat lemah).”
Jadi, meski Hadits-Hadits yang menerangkan keutamaan malam Nishfu Sya’ban disebut dho’if (lemah), tapi tetap boleh kita jadikan dasar untuk menghidupkan amalam di malam Nishfu Sya’ban.
Kebanyakan ulama yang tidak sepakat tentang menghidupkan malam Nishfu Sya’ban itu karena mereka menganggap serangkaian ibadah pada malam tersebut itu adalah bid’ah, tidak ada tuntunan dari Nabi Muhammad SAW. Sedangkan pengertian bid’ah secara umum menurut syara’ adalah sesuatu yang bertentangan dengan Sunnah. Jika demikian secara umum bid’ah itu adalah sesuatu yang tercela (bid’ah sayyi’ah madzmumah). Namun ungkapan bid’ah itu terkadang diartikan untuk menunjuk sesuatu yang baru dan terjadi setelah Rasulullah SAW wafat yang terkandung pada persoalan yang umum yang secara syar’i dikategorikan baik dan terpuji (hasanah mamduhah).
Imam Ghozali dalam kitab Ihya Ulumiddin Bab Etika Makan mengatakan, “Tidak semua hal yang baru datang setelah Nabi Muhammad SAW itu dilarang. Tetapi yang dilarang adalah memperbaharui sesuatu setelah Nabi (bid’ah) yang bertentangan dengan sunnah.” Bahkan menurut beliau, memperbaharui sesuatu setelah Rasulullah (bid’ah) itu terkadang wajib dalam kondisi tertentu yang memang telah berubah latar belakangnya.”
Imam Al Hafidh Ibn Hajjar berkata dalam Fathul Barri, “Sesungguhnya bid’ah itu jika dianggap baik menurut syara’ maka ia adalah bid’ah terpuji (mustahsanah), namun bila oleh syara’ dikategorikan tercela maka ia adalah bid’ah yang tercela (mustaqbahah). Bahkan menurut beliau dan juga menurut Imam Qarafi dan Imam Izzuddin ibn Abdis Salam bahwa bid’ah itu bisa bercabang menjadi lima hukum.
Imam Al Hafidh Ibn Hajjar berkata dalam Fathul Barri, “Sesungguhnya bid’ah itu jika dianggap baik menurut syara’ maka ia adalah bid’ah terpuji (mustahsanah), namun bila oleh syara’ dikategorikan tercela maka ia adalah bid’ah yang tercela (mustaqbahah). Bahkan menurut beliau dan juga menurut Imam Qarafi dan Imam Izzuddin ibn Abdis Salam bahwa bid’ah itu bisa bercabang menjadi lima hukum.
Syech Ibnu Taimiyah berkata, “Beberapa Hadits dan atsar telah diriwayatkan tentang keutamaan malam Nisyfu Sya’ban, bahwa sekelompok ulama salaf telah melakukan sholat pada malam tersebut. Jadi jika ada seseorang yang melakukan sholat pada malam itu dengan sendirian, maka mereka berarti mengikuti apa yang dilakukan oleh ulama-ulama salaf dulu, dan tentunya hal ini ada hujjah dan dasarnya. Adapun yang melakukan sholat pada malam tersebut secara jamaah itu berdasar pada kaidah ammah yaitu berkumpul untuk melakukan ketaatan dan ibadah.
Walhasil, sesungguhnya menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan serangkaian ibadah itu hukumnya sunnah (mustahab) dengan berpedoman pada Hadits-Hadits di atas. Adapun ragam ibadah pada malam itu dapat berupa sholat yang tidak ditentukan jumlah rakaatnya secara terperinci, membaca Al Quran, dzikir, berdo’a, membaca tasbih, membaca sholawat Nabi (secara sendirian atau berjamaah), membaca atau mendengarkan Hadits, dan lain-lain.
TUNTUNAN NABI DI MALAM NISHFU SYA'BAN.
Rasulullah SAW telah memerintahkan untuk memperhatikan malam Nishfu Sya’ban, dan bobot berkahnya beramal sholeh pada malam itu diceritakan oleh Sayyidina Ali r.a., Rasulullah SAW bersabda : “Jika tiba malam Nishfu Sya’ban, maka bersholatlah di malam harinya dan berpuasalah di siang harinya karena sesungguhnya Allah SWT menurunkan rahmatNya pada malam itu ke langit dunia, yaitu mulai dari terbenamnya matahari. Lalu Dia berfirman, ‘Adakah orang yang meminta ampun, maka akan Aku ampuni? Adakah orang meminta rizki, maka akan Aku beri rizki? Adakah orang yang tertimpa musibah, maka akan Aku selamatkan? Adakah begini atau begitu? Sampai terbitlah fajar.’” (HR. Ibnu Majah)
Malam Nishfu Sya’ban atau bahkan seluruh bulan Sya’ban sekalipun adalah saat yang tepat bagi seorang muslim untuk sesegera mungkin melakukan kebaikan. Malam itu adalah saat yang utama dan penuh berkah, maka selayaknya seorang muslim memperbanyak aneka ragam amal kebaikan. Doa adalah pembuka kelapangan dan kunci keberhasilan, maka sungguh tepat bila malam itu umat Islam menyibukkan dirinya dengan berdoa kepada Allah SWT. Nabi Muhammad SAW mengatakan, “Doa adalah senjatanya seorang mukmin, tiangnya agama dan cahayanya langit dan bumi.” (HR. Hakim).
Nabi Muhammad SAW juga mengatakan, “Seorang muslim yang berdoa -selama tidak berupa sesuatu yang berdosa dan memutus famili-, niscaya Allah SWT menganugerahkan salah satu dari ketiga hal, pertama, Allah akan mengabulkan doanya di dunia. Kedua, Allah baru akan mengabulkan doanya di akhirat kelak. Ketiga, Allah akan menghindarkannya dari kejelekan lain yang serupa dengan isi doanya.” (HR. Ahmad dan Barraz).
Tidak ada tuntunan langsung dari Rasulullah SAW tentang doa yang khusus dibaca pada malam Nishfu Sya’ban. Begitu pula tidak ada petunjuk tentang jumlah bilangan sholat pada malam itu. Siapa yang membaca Al Quran, berdoa, bersedekah dan beribadah yang lain sesuai dengan kemampuannya, maka dia termasuk orang yang telah menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dan ia akan mendapatkan pahala sebagai balasannya.
Adapun kebiasaan yang berlaku di masyarakat, yaitu membaca Surah Yasin 3 (tiga) kali, dengan berbagai tujuan, yang pertama dengan tujuan memperoleh umur panjang dan diberi pertolongan dapat selalu taat kepada Allah SWT. Kedua, bertujuan mendapat perlindungan dari mara bahaya dan memperoleh keluasaan rikzi. Dan ketiga, memperoleh khusnul khatimah (mati dalam keadaan iman), itu juga tidak ada yang melarang, meskipun ada beberapa kelompok yang memandang hal ini sebagai langkah yang salah dan batil.
Dalam hal ini yang patut mendapat perhatian kita adalah beredarnya tuntunan-tuntunan Nabi SAW tentang sholat di malam Nishfu sya’ban yang sejatinya semua itu tidak berasal dari beliau. Tidak berdasar dan bohong belaka. Salah satunya adalah sebuah riwayat dari Sayyidina Ali r.a., “Bahwa saya melihat Rasulullah SAW pada malam Nishfu Sya’ban melakukan sholat 14 (empat belas) rakaat, setelahnya membaca Surat Al Fatihah (14 x), Surah Al Ikhlas (14 x), Surah Al Falaq (14 x), Surah Annas (14 x), ayat Kursi (1 x), dan satu ayat terkhir Surat At Taubah (1 x).
Setelahnya saya bertanya kepada Baginda Nabi SAW tentang apa yang dikerjakannya, Beliau menjawab, “Barang siapa yang melakukan apa yang telah kamu saksikan tadi, maka dia akan mendapatkan pahala 20 kali haji mabrur, puasa 20 tahun, dan jika pada saat itu dia berpuasa, maka ia seperti berpuasa dua tahun, satu tahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Dan masih banyak lagi Hadits-Hadits palsu lainnya yang beredar di tengah-tengah kaum muslimin.
(Disarikan dari “Madza fi Sya’ban”, karya Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki, Muhadditsul Haromain)
(Disarikan dari “Madza fi Sya’ban”, karya Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki, Muhadditsul Haromain)
Senin, 16 Mei 2016
FADHILAH BULAN SYA'BAN
FADHILAH BULAN SYA'BAN
Sya’ban adalah salah satu bulan yang mulia. Bulan ini adalah pintu menuju bulan Ramadhan. Siapa yang berupaya membiasakan diri bersungguh-sungguh dalam beribadah di bulan ini, ia akan akan menuai kesuksesan di bulan Ramadhan.
Dinamakan Sya’ban, karena pada bulan itu terpancar bercabang-cabang kebaikan yang banyak (yatasya’abu minhu khairun katsir). Menurut pendapat lain, Sya’ban berasal dari kata Syi’b, yaitu jalan di sebuah gunung atau jalan kebaikan. Dalam bulan ini terdapat banyak kejadian dan peristiwa yang patut memperoleh perhatian dari kalangan kaum muslimin.
1) PINDAH QIBLAT
Pada bulan Sya’ban, Qiblat berpindah dari Baitul Maqdis, Palestina ke Ka’bah, Mekah al Mukarromah. Nabi Muhammad SAW menanti-nanti datangnya peristiwa ini dengan harapan yang sangat tinggi. Setiap hari Beliau tidak lupa menengadahkan wajahnya ke langit, menanti datangnya wahyu dari Rabbnya. Sampai akhirnya Allah SWT mengabulkan penantiannya.
Wahyu Allah SWT turun. “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS. Al Baqarah; 144)
2) DIANGKATNYA AMAL MANUSIA
Salah satu keistimewaan bulan Sya’ban adalah diangkatnya amal-amal manusia pada bulan ini ke langit. Dari Usamah bin Zaid r.a., dia berkata: “Saya berkata: “Ya Rasulullah, saya tidak pernah melihatmu berpuasa dalam suatu bulan dari bulan-bulan yang ada seperti puasamu di bulan Sya’ban.” Maka beliau bersabda: “Itulah bulan yang manusia lalai darinya antara Rajab dan Ramadhan. Dan merupakan bulan yang di dalamnya diangkat amalan-amalan kepada rabbul ‘alamin. Dan saya menyukai amal saya diangkat, sedangkan saya dalam keadaan berpuasa.” (HR. Nasa’i).
3) KEUTAMAAN PUASA DI BULAN SYA'BAN
Rasulullah SAW ditanya oleh seorang sahabat, “Adakah puasa yang paling utama setelah Ramadlan?” Rasulullah SAW menjawab, “Puasa bulan Sya’ban karena berkat keagungan bulan Ramadhan.”Dari ‘Aisyah r.a. berkata: “Adalah Rasulullah SAW berpuasa sampai kami katakan beliau tidak pernah berbuka. Dan beliau berbuka sampai kami katakan beliau tidak pernah berpuasa. Saya tidak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Ramadhan. Dan saya tidak pernah melihat beliau berpuasa lebih banyak dari bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).
Sepintas dari teks Hadits di atas, puasa bulan Sya’ban lebih utama dari pada puasa bulan Rajab dan bulan-bulan mulia (asyhurul hurum) lainnya. Padahal Abu Hurairah telah menceritakan sabda dari Rasulullah SAW, “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan-bulan mulia (asyhurul hurum).” Menurut Imam Nawawi, hal ini terjadi karena keutamaan puasa pada bulan-bulan mulia (asyhurul hurum) itu baru diketahui oleh Rasulullah SAW di akhir hayatnya sebelum sempat beliau menjalaninya, atau pada saat itu beliau dalam keadaan udzur (tidak bisa melaksanakannya) karena bepergian atau sakit.
Sesungguhnya Rasulullah SAW mengkhususkan bulan Sya’ban dengan puasa itu adalah untuk mengagungkan bulan Ramadhan. Menjalankan puasa bulan Sya’ban itu tak ubahnya seperti menjalankan sholat sunat rawatib sebelum sholat maktubah. Jadi dengan demikian, puasa Sya’ban adalah sebagai media berlatih sebelum menjalankan puasa Ramadhan.
Adapun berpuasa hanya pada separuh kedua bulan Sya’ban itu tidak diperkenankan, kecuali:
- Menyambungkan puasa separuh kedua bulan Sya’ban dengan separuh pertama.
- Sudah menjadi kebiasaan.
- Puasa qodlo.
- Menjalankan nadzar.
- Tidak melemahkan semangat puasa bulan Ramadhan.
4) TURUN AYAT SHOLAWAT NABI
Salah satu keutamaan bulan Sya’ban adalah diturunkannya ayat tentang anjuran membaca sholawat kepada Nabi Muhammad SAW pada bulan ini, yaitu ayat: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al Ahzab;56)
5) SYA'BAN, BULAN Al' QURAN
Bulan Sya’ban dinamakan juga bulan Al Quran, sebagaimana disebutkan dalam beberapa atsar. Memang membaca Al Quran selalu dianjurkan di setiap saat dan di mana pun tempatnya, namun ada saat-saat tertentu pembacaan Al Quran itu lebih dianjurkan seperti di bulan Ramadhan dan Sya’ban, atau di tempat-tempat khusus seperti Mekah, Roudloh dan lain sebagainya.
Syech Ibn Rajab al Hambali meriwayatkan dari Anas, “Kaum muslimin ketika memasuki bulan Sya’ban, mereka menekuni pembacaan ayat-ayat Al Quran dan mengeluarkan zakat untuk membantu orang-orang yang lemah dan miskin agar mereka bisa menjalankan ibadah puasa Ramadhan.
6) MALAM NISHFU SYA'BAN
Pada bulan Sya’ban terdapat malam yang mulia dan penuh berkah yaitu malam Nishfu Sya’ban. Di malam ini Allah SWT mengampuni orang-orang yang meminta ampunan, mengasihi orang-orang yang minta belas kasihan, mengabulkan doa orang-orang yang berdoa, menghilangkan kesusahan orang-orang yang susah, memerdekakan orang-orang dari api neraka, dan mencatat bagian rizki dan amal manusia.
Banyak Hadits yang menerangkan keistimewaan malam Nishfu Sya’ban ini, sekalipun di antaranya ada yang dlo’if (lemah), namun Al Hafidh Ibn Hibban telah menyatakan kesahihan sebagian Hadits-Hadits tersebut, di antaranya adalah: “Nabi Muhammad SAW bersabda, “Allah SWT melihat kepada semua makhluknya pada malam Nishfu Sya’ban dan Dia mengampuni mereka semua kecuali orang yang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR. Thabarani dan Ibnu Hibban).
Para ulama menamai malam Nishfu Sya’ban dengan beragam nama. Banyaknya nama-nama ini mengindikasikan kemuliaan malam tersebut.
- Lailatul Mubarokah (malam yang penuh berkah).
- Lailatul Qismah (malam pembagian rizki).
- Lailatut Takfir (malam peleburan dosa).
- Lailatul Ijabah (malam dikabulkannya doa)
- Lailatul Hayah walailatu ‘Idil Malaikah (malam hari rayanya malaikat).
- Lalilatus Syafa’ah (malam syafa’at)
- Lailatul Baro’ah (malam pembebasan). Dan masih banyak nama-nama yang lain
Minggu, 15 Mei 2016
BIOGRAFI ALHABIB MUHAMMAD RAFIQ BIN LUQMAN ALKAFF GATHMYR
Sekilas mengenai Habib Muhammad Rofiq bin Luqman Alkaff, seperti yang dituliskan dalam majalah Alkisah :
Gelar 100 hari Peringatan Maulid SAW.
Selain sering mengisi taklim di berbagai daerah pinggiran Jakarta, Habib M Rafiq juga dikenal sebagai pemimpin Majelis Taklim Al Yusrain yang jamaahnya rata-rata banyak diikuti oleh anak-anak muda. Tahun ini, majlisnya menggelar 100 hari berturut-turut memperingati Maulid Rasulullah SAW dengan berkeliling dari kampung ke kampung
Usianya masih muda, tapi reputasinya sebagai dai keliling sudah diakui oleh jamaah anak-anak muda di Jakarta. Ilmu agamanya pun cukup mendalam. Wajar, karena ia adalah salah satu alumnus Ponpes Ar-Riyadh (Palembang). Wajah ulama muda yang shaleh ini, selain ganteng, juga bersih. Tutur katanya halus, dengan gaya yang enak didengar.
Di bulan maulid tahun ini, sebagaimana tahun-tahun kemarin, Majlis Taklim Al-Yusrain menyelenggarakan peringatan Maulid selama 100 hari berturut-turut dan telah dimulais sejak 21 April yang lalu. Acara peringatan maulid ini dilakukan berpindah-pindah tempat. Untuk acara puncaknya sendiri jatuh pada hari Minggu (22/7) yang akan datang dan mengambil tempat di Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang diikuti oleh seluruh anggota majlis Al-Yusrain se-Jabodetabek.
Dialah Habib M Rafiq bin Lukman Al-Kaff salah seorang ulama yang terkenal di Jakarta. Habib M Rafiq juga dikenal sebagai penulis buku manakib yang produktif, tercatat sudah 5 buku manakib ia terbitkan. Lahir di Palembang, 23 September 1974, sejak kecil ia selalu berada di lingkungan yang taat beragama. “Sejak kecil saya sering diajak ke berbagai majelis taklim di Palembang oleh sang ayahanda, Habib Lukman Al-Kaff Gathmyr. Dari situ saya mendapat banyak manfaat, antara lain berkah dari beberapa kiai dan habib yang masyhur,” kenang Habib M Rafiq.
Wajar, sebab ayahandanya memang dikenal oleh kalangan Habaib dan Ulama di Palembang. Wajar, karena sang kakek Habib M Rafiq, yakni Habib Abdullah Al-Kaff Gatmyr adalah seorang pejuang kemerdekaan RI yang mempunyai kedekatan khusus dengan Presiden RI 1 yakni Soekarno. Habib Abdullah Al-Kaff pernah menjadi anggota DPR-GR dan DPRS/MPRS dari fraksi Nahdlatul Ulama. Sang kakek, wafat pada tahun 1974 dan dimakamkan di Bandung.
Pengalaman masa kecil itu juga yang mendorongnya selalu memperdalam ilmu agama. “Ketika masih kecil, saya pernah dititipkan ke Madrasah Ibtidaiyah Adabiyah, Palembang. Di Palembang, sehari-hari saya tekun belajar agama. Pengalaman yang sungguh mengesankan,” ujarnya dengan senyum khasnya.
Lepas dari Madrasah Ibtidaiyah, ia kemudian melanjutkan ke Ponpes Ar-Riyadh, Palembang.sampai tahun 1990-an. Ia kemudian melanjutkan kembali pendidikan pesantren ke Pondok Pesantren di Jawa Barat, namun tidak berlangsung lama. Habib M Rafiq kemudian belajar pada Habib Umar bin Ahmad bin Syahab belajar tahun 1991 sampai 1997 sampai beliau meninggal. Pelajaran thariqah dan tasawuf banyak ditimba dari salah satu habib yang disepuhkan di Palembang itu. ”Beliau adalah salah seorang ulama di kota ini. Cara mengajarnya mengesankan.Di mana Habib Umar bin Ahmad Syahab dalam mengajar dengan jalan kasyaf, yakni dengan tidak pernah membuka kitab di depannya, dan itu berlangsung selama tujuh tahun.”
Banyak pengalaman berkesan ditimba oleh Habib M Rafiq terhadap gurunya itu, menurutnya Habib Umar adalah seorang ahlu kasyaf (kasful jalli). Ia sempat khalwat di tangan Habib Umar selama beberapa tahun ala adab tariqah alawiyah dan adabnya yang benar. ”Diantara orang-orang mukasyifin, hanya beberapa orang saja yang mencapai maqam seperti itu. Dan Habib Umar adalah salah satunya. Setiap gerakan hati saya selalu terpantau, beliau tahu apa yang tersimpan. Itu yang sangat luar biasa.”
Pesan dari Habib Umar kepadanya yang masih terkesan sampai sekarang yakni ‘menjadi lelaki yang sejati’. ”Saya pertama menyangka itu adalah kata mutiara. Cuma setelah diteliti, itu istilah jadilah ahli suluk sejati.”
Dakwah keliling sudah dimulai dari umur 7 tahun, ia bersama Habib Umar bin Abdul Aziz dan Habib Novel bin Abdullah Al-Kaff ke daerah Telang, Musi Banyuasin(Muba), Sungsang dan daerah-daerah terpentil di sekitar Palembang. Pada 1990-an mulai aktif mengajar di sekolah malam , Baitul Ulum dan saat itu juga pernah menjadi penyiar Radio. Selama menempuh pendidikan di pesantren Ar-Riyadh, ia sebenarnya tertarik ke dunia Kaligrafi, kebetulan ia memang senang melukis sketsa tinta Cina dan pensil. Kebetulan ia belajar Kaligrafi dengan seorang guru lulusan dari Darul Ulum, Mekkah yakni Ustadz Abdul Karim (dari Lampung), bahkan sempat menjadi kaligrafer profesional. Selama menempuh pendidikan di Madrasah, ia sudah banyak prestasi mulai juara Kaligrafi se-Provinsi Sumatera Selatan, ceramah tingkat kecamatan.
Tahun 1991 ia ke Jakarta dan melakukan iktikaf di masjid Darus Sa’adah, Cempaka Putih sampai setengah tahun lamanya dan tinggal di menara masjid sambil berkhalwat. Baru pada tahun 1992 mendirikan Majelis Taklim Al-Yusrain dan mengajar di sekitar daerah Galur, Senin, Jakarta Pusat. Ia mengajar kitab fiqh Safinatul Najah dan Adab Sulukil Murid karya Imam Abdullah bin Alwi Al-Hadad.
Ia sempat pulang ke Palembang karena ibundanya sakit. Majelisnya di Jakarta kemudian dipegang oleh Adiknya Habib Ahmad Kazim. Selama di Palembang ia juga merintis 40 hari peringatan Maulid berkeliling kampung berpindah-pindah tempat.
Yang diinginkan dalam 100 malam Maulid, karena menipisnya pengetahuan kaum muslimin sendiri terhadap ajaran-ajaran Islam, hukum syariat Islam dan sunnah Rasulullah SAW, yang mengakibatkan kesalahan persepsi dan kesesatan di dalam menginterpretasikan Islam ideal yang diinginkan oleh Rasulullah SAW sendiri sebagai Nabi pembawa risalah. Contohnya, dalam perangpun ada batasan-batasan atau hukum perangpun itu ada. Dan di dalam hukum-hukum fiqh yang jelas, orang banyak tidak tahu bilamana shalat dengan tidak memakai rukun, maka shalatnya tidak akan sah. Hal inilah yang kita ingin kita angkat ke permukaan, supaya orang-orang muslim mengetahui betapa pentingnya nilai ilmu pengetahuan di dalam Islam. Kita menginginkan akan lahir dari MT Al-Yusrain muslim-muslim yang cerdas dan benar-benar mengetahui sunnah Rasulullah SAW. Bukan sekedar orang-orang muslim yang sebenarnya bodoh, tetapi menganggap dirinya cerdas.
Lebih lanjut Habib M Rafiq menjelaskan, kalau Islam yang diinginkan tentu adalah Islam yang membawa Rahmat bagi alam semesta. “Islam tidak mengajarkan terorisme, karena Rasulullah SAW sendiri sangat penyayang. Apa yang dinginkan dalam Islam adalah kedamaian dan ketentraman. Cuma persoalaannya di kalangan umat Islam sendiri ada sebagain kecil karena tidak ada pengetahuan dan pengenalan, terjadi kontradiksi di kalangan kaum muslimin sendiri.
Untuk itulah, lanjutnya, kita harus kembali ke sunnah Rasulullah SAW, dengan mendekat pada apa yang disampaikan oleh para ulama. “Kaum muslimin untuk saat ini mesti hati-hati mengamati dengan seksama pertumbuhan aliran-aliran atau pemikiran yang timbul di kalangan kaum muslimin. Ini mengkhawatirkan. Belum lagi di daerah-daerah banyak tumbuh aliran sesat.”
Produktif menulis
Saat ini ia telah menulis 5 buku manakib, diantaranya yakni Manakib Kiswah Habaib Palembang, Manakib Al Faqih Al Muqadam, Manakib Syekh Alwi Al Ghuyur, Manakib Habib Abdurrahman Assegaf dan Syekh Muhammad bin Ali Mauladawileh, Manakib Habib Abdullah Alaydrus dan Manakib Syekh Abu Bakar bin Salim. ”Saya rasa ada kepentingan sejarah, karena diantara kalangan habaib dan para pencintanya perlu untuk mengenali mereka ini dan orang-orang yang belum mengenal. Alhamdulilah, buku-buku itu sudah beredar ke Malaysia dan sedang dialihbahasakan dalam bahasa Inggris.” Selain dalam lima buku, ia juga sedang menyelesaikan novel tasawuf dan buku-buku sejarah (manakib).
Di tengah kesibukannya mengarang buku, ia tidak melalaikan tugas pokoknya, yakni berdakwah di Majlis Taklim Al-Yusrain yang semakin hari banyak diikuti oleh kalangan anak muda.”Saya ingin mengelola taklim yang mandiri dan membantu kaum muslimin. Paling tidak anak didik kita bisa hidup mandiri di dunia, guna menuju kebahagiaan di akhirat .”
Tantangan dalam mengelola majlis taklim ini, menjadi ringan, manakala hambatan dapat diminimalisir. “Yang terpenting, dalam jamaah selalu ditumbuhkan prinsip kekeluargaan, diantara jamaah dididik untuk menjalin rasa ukhuwah dan semangat gotong royong untuk membangun serta mengembangan majelis Al Yusrain. Kuncinya, kebersamaan, toleransi dan saling menghormati.”
Majelis Taklim Al- Yusrain ini sifatnya terbuka bagi anggota maupun jamaah yang lain ingin bergabung. ”Sebanyak mungkin kita bisa terbuka dan bermasyarakat yang baik dengan akhlak yang bagus sehingga bisa diterima oleh masyarakat luas dan yang paling penting ilmu yang didapat dipraktikan di tengah-tengah masyarakat,” katanya.
Taklim ini sifatnya mingguan di di Jakarta Selatan, Kebagusan, Kalibata, Manggarai, Jagakarsa, Pomade, Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan lain-lain. Majelis ini menempati pusat sekretariat yang terletak di Jl Dr Saharjo, Gang Swadaya II No.50 RT 9/ RW 8, Manggarai, Jakarta Selatan (021) 70022505. Sementara itu kepengurusan Majlis sebagai Ketua; Habib M Rafiq bin Lukman Al-Kaff, dibantu Wakil Ketua sekaligus Ketua Cabang Jakarta Selatan yakni Sayid Muhammad bin Alwi Syahab, Habib Ahmad Kazim (Ketua Cabang Jakarta Pusat), Ustadz Nurul Fajar (Ketua Jakarta Barat) serta dibantu petugas sekretariat yakni Taslim dan Fathurrahman.
Kajian agama yang diajarkan meliputi pelajaran tasawuf, fiqh, tafsir, sejarah dan lain-lain. Adapun kitab-kitab yang menjadi acuan di majlis Al-Yusrain yakni kitab Safinatun Najah (fiqh), Rukun Islam yang wajib diketahui sedang disusun oleh Habib Muhammad Syahab, Syarahnya Nailul Roja’, Tarih Anwarul Muhammadiyah (Syekh Yusuf bin Ismail An-Nabhani), Kitabul As-Syifa (Imam Qadhi Iyadh), Tafsir Al Munir, Tasawuf Adabul Sulukil Murid, An-Nashoih Ad-Diniyah (Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad)
Untuk pendalaman kajian agama lebih lanjut, kitab yang diajarkan yakni kitab Al Kibritul Ahmar (Syarah Qusairiyah) yang dikarang oleh Habib Abdullah Alaydrus, Ihya Ulimiddin dengan ikhtisar (syarh) Ihya, seperti Bidayatul Hidayah, Sirus Salikin karya Syekh Abdusshomad Al Palembani dan kitab-kitab yang dianjurkan oleh para Habib dan para ulama.
sumber : http://alhabaib.blogspot.co.id/2009/05/habib-rafiq-bin-luqman-al-kaff-gathmir.html?m=1
IRSYADUL ANAM FI TARJAMATI ARKANIL ISLAM - ISTINJA'
IRSYADUL ANAM FI TARJAMATI ARKANIL ISLAM
(Mufti Betawi Al Habib Usman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya Al Alawi Al Husaini)
Pasal Ke tujuh : Istinja’ dengan Air
Syarat Istinja’ (bersuci) dengan air ialah menghilangkan bau, rupa dan rasa dengan air yang suci mensucikan, demikian pula syarat membasuh tiap-tiap najis yang pertengahan (najis mutawassithah).
Pasal Ke delapan : Istinja’ dengan Batu
Syarat Istinja’ (bersuci) dengan batu atau seumpamanya seperti kayu, atau kain atau kertas (tissu), maka syaratnya adalah Thahir dan kasat lagi bukan muhtaram yakni bukan barang yang diharamkan pada Syara’ dan syaratnya juga jangan yang sudah kering najisnya, dan wajib dengan 3 (tiga) kali sapunya.
Adapun afdhalnya adalah istinja’ itu lebih dahulu dengan seumpama batu kemudian dibasuh dengan air. Sunnat dibaca do’a berikut ini apabila hendak masuk ke WC, sebelum masuk WC dibaca do’a :
بِسْمِ الِلّه, اَللّهُمّ إِنّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
Artinya : Dengan Nama Allah wahai Tuhanku, bahwa aku berlindung dengan Engkau daripada penggoda segala syaitan laki-laki dan segala syaitan perempuan.
Dan sunnah pula dibaca apabila keluar dari WC dengan mendahulukan kaki kanan, adapun ketika masuk maka mendahulukan kaki kiri. Inilah do’a yang dibaca sesudah keluar dari WC :
غُفْرَانَكَ الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِىْ اَذْهَبَ عَنّى اْلاَذَى وَعَافَانِىْ.
Artinya : Hamba harap ampunan Engkau, segala Puji bagi Allah Tuhan yang melakukan daripadaku segala penyakit dan ‘afiatkan daku.
Kemudian sunnah dibaca do’a berikut ini jika selesai daripada istinja’ diluar WC, inilah do’a-nya :
ا لَلّهُمّ طَهّرْ قَلْبِى مِنَ النّفَاقِ وَحَصّنْ فَرْجِى مِنَ الْفَوَاحِشِ
Artinya: Wahai Tuhanku, sucikan hatiku daripada munafiq dan peliharakanlah kemaluanku daripada perbuatan yang keji-keji.
Rabu, 24 Februari 2016
Selasa, 23 Februari 2016
Senin, 22 Februari 2016
Kamis, 18 Februari 2016
Rabu, 17 Februari 2016
Selasa, 16 Februari 2016
Senin, 15 Februari 2016
Rabu, 10 Februari 2016
IRSYADUL ANAM FI TARJAMATI ARKANIL ISLAM - Air Suci Mensucikan
IRSYADUL ANAM FI TARJAMATI ARKANIL ISLAM
(Mufti Betawi Al Habib Usman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya Al Alawi Al Husaini)
Pasal Ke enam : Air Suci Menyucikan
Artinya Air yang suci menyucikan yaitu air yang belum pernah terkena najis dan yang belum Musta’mal (dipakai untuk berwudhu).
Jikalau air itu sedikit yaitu kurang dari 2 (dua) kullah, maka jika hendak bersuci daripadanya maka jangan dikobok (dicelup) dalam menyuci atau mengambil air wudhu atau mandi, melainkan dengan gayung.
Sebab jika dikobok (dicelup) dengan barang yang ada najisnya kedalam air itu niscaya air itu menjadi najis sekalipun tidak berubah rupanya atau rasanya atau baunya.
Adapun jika dimasukkan tangan didalam air itu oleh yang mengambil wudhu, sesungguhnya membasuh mukanya dengan tidak niat membasuh tangannya di luar tempat air itu, niscaya jadilah air itu Musta’mal.
Adapun jikalau air yang banyak, yaitu sekedar banyaknya tiga ratus lima kati atau yang disebut dua qullah (dalam ukuran liter +/- 216 liter atau perbandingan panjang x lebar x tingginya =60 Cm x 60 Cm x 60 Cm), maka tidak menjadi suatu apa-apa jika di kobok didalamnya, melainkan jika berubah
air itu dengan najis maka jadilah air itu najis. Adapun apabila hilang berubahnya itu maka jadilah air itu suci kembali.
IRSYADUL ANAM FI TARJAMATI ARKANIL ISLAM - Rukun Iman & Islam
IRSYADUL ANAM FI TARJAMATI ARKANIL ISLAM
(Mufti Betawi Al Habib Usman bin Abdullah
bin ‘Aqil bin Yahya Al Alawi Al Husaini)
(Mufti Betawi Al Habib Usman bin Abdullah
bin ‘Aqil bin Yahya Al Alawi Al Husaini)
Pasal Ke tiga : Nikmat Islam & Iman
Bahwa Nikmat Tuhan yang paling besar kepada hamba-Nya yaitu Nikmat Islam dan Nikmat Iman, karena amalan-amalan keduanya itu menjadikan manusia masuk syurga dan selamat dari siksa api neraka.
Pasal Ke empat : Rukun Iman
Artinya Iman yaitu percaya pada 6 (enam) rukun, yaitu:
1. Percaya adanya Allah Ta’ala dengan segala I’tiqad (keyakinan) yang wajib bagi-Nya, dan yang mustahil, dan yang harus, sebagaimana telah dinyatakan sekaliannya itu didalam Kitab Sifat Duapuluh.
2. Percaya kepada sekalian Malaikat-malaikat-Nya.
3. Percaya kepada sekalian Kitab-kitab-Nya.
4. Percaya kepada sekalian Rasul-rasul-Nya.
5. Percaya kepada Hari Qiyamat.
6. Percaya kepada takdir Allah Ta’ala atas tiap-tiap sesuatu kejadian.
Sebagaimana telah tersebut satu persatunya itu di dalam Kitab Sifat Duapuluh.
Pasal Ke lima : Rukun Islam
Artinya Islam yaitu menerima dan menjunjung (menjalankan) akan segala perintah Allah Ta’ala dengan mengamalkan segala rukun-rukunnya. Rukun Islam 5 (lima) perkara, yaitu:
1. Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat, dengan mengerti arti keduanya seperti yang telah tersebut di dalam Kitab Sifat Duapuluh.
2. Mendirikan Shalat lima waktu.
3. Memberi Zakat jika ada hartanya yang diwajibkan zakat atasnya.
4. Puasa pada bulan Ramadhan.
5. Pergi Haji jika mampu pergi padanya.
Langganan:
Postingan (Atom)